Selasa, 25 Agustus 2009

TanganMu

panas di luar
api mendesak-desak lurus kaku pepohonan
tak bergeming hingga ke puncak
gaduh,
tak kuasa menepis dan merenggt segala yang menanti
semua mencekik, mencangkung, mencengkram pundakku hingga terduduk.
hanya tanganMu yang sudi membeli belakang kepalaku...
dan memberiku setetes kesejukan.

Buyar

Petir menyambar pucuk dedaunan hingga berbakar
bunyinya menggebu panjang membuyarkan mimpi yang ingin kurajut kembali.
saat itu,
aku ingin melepaskan anak panah agar menancap di langit,
atau kerinduan ini tak akan terhenti.

HILANG

semuanya menghilang begitu saja
seperti bersembunyi di balik rerumputan.
mengintip dan hanya mencuri pandang dari kegelapan.
jejak kaki semut, menghilang
kepak sayap belalang, menghilang
pekikan jangkrik, menghilang
mengikuti rintik hujan yang menghilang menghujam gundukan pasir.

Angkuh

Kau tetap saja berdiri congkak!
matahari pun tak kau hiraukan, apalagi rembulan yang sudah mati.
bintang-bintang pun tak membuatmu bergeming
kelipan cahayanya hanya kotoran bagimu.

Keangkuhanmu telah membanggakanmu.
Akan seperti itu,
terus begitu,
entah sampai kapan.............

Amarah

Ada sesuatu yang harus dimengerti oleh matahari,
panasnya membuatku dahaga, melengkapi kegersangan yang sudah ada
menampar pipiku, rasanya membakar.
kubalas tamparan itu.
bogem ini membuatnya terkapar hingga tak terdengar lagi rintihan ampun dari lelehan darah di bibirnya.
kepalan tanganku terus menghujam di sekujur tubuh gempalnya.
kakiku pun ambil bagian mengakhiri kemarahanku yang terpancing..

Allah SWT

Seperti ombak yang mampu pecahkan onggokan karang di laut...
seperti jiwaku,
jiwa yang kuat laksana samudra.
aku tak terkalahkan
perkasaku tak tertandingi,
hanya kepada Dia aku takluk...
Allah Subhana Wata'alla

Bukan

Bukan merah bibirmu, kukumu dan rona merahmu yang ingin kucari...
bukan juga desah manjamu yang menerbitkan nafsu lelakiku,
apalagi busana ketatmu yang menggoda hidung belang.
bukan,
bukan itu yang kucari.
karenanya, pergilah menjauh!!!!

Terpental

Jangan tanyakan kemana air mengalir
jika kau tanya berkah, celupkan saja ujung jarimu.
biarkan ujung rumput yang hanyut.
kau hanya berhak ikuti arusnya,
atau melawan jika ingin terpental.

Katakan....

Lemparkan pada deruan angin,
lagukan pada perbukitan dan gunung yang perkasa
lantunkan pada kedengkian waktu
nyanyikan pada lengkung warna pelangi di kaki cakrawala
sampaikan kepadaku,
agar aku bisa memaknai isi jiwamu

Tanyakan

Sapa angin, bertutur tentang kesetiaan pada samudra
bertutur tentang kejujuran pada ombak
bertutur tentang arti dan janji pada buih di bibir pantai
bertutur tentang kesucian, ketulusan dan keraguan pada angin laut...
semuanya bisu..

Belenggu

Dunia menjelma seperti rumah tua yang menulis suratan nasib di lingkaran langit
akulah pengembara yang ditawan dogma.
aku berserakan di pinggiran kota kumuh dan gersang,
yang bertahun sudah tak disambangi gerimis.
Kemanakah kulepaskan sesak yang memberontak? Ketika harap dan cemas berebut pagi.
lupa dengan wajah diri yang terpuruk dalam belenggu

Subuh

Hanya kokok ayam pertama yang menyedarkanku hadirnya fajar menyamput matahari pagi
kusimpuhkan kakiku ketika azan surau baru saja lewat
kutumpahkan segenap jiwa dan raga
bersujud menyerahkan segelintir nyawa kepada Tuhanku.
aku tak peduli seberapa jauh melangkah dalam salah,
namun aku harus kembali sejak subuh ini...

RINDU

Malam berjalan dalam kepekatan rindu yang semakin mencekat
gumam jangkrik tak mengganggu dentingan tiang listrik yang dipukuli tukang ronda
hanya bisikan angin menghiburku, melupakan sejenak rindu
namun, suaranya kian lirih dijemput dingin

Rokok

Aroma rokok mengantar jejak kaki rembulan yang menyapu wajah malam
batang demi batang Sampoerna menguap di udara,
mengejar kelebat lintang alihan yang menjauh mendendangkan raungan rindu.
rokok terakhir masih menyelip di ujung bibirku
namun mata ini telah redup.
kelopaknya lunglai, berat mengantuk.
Akankah kulewatkan makna batuk demi batuk yang menyalak dari tenggorokanku?

ESOK

Adakah esok yang ditatap,
memelukku sepulang dari kegontaian.
mata menatap kosong, menambah beban raga yang tertatih.
memburu ujung nafas diantara perbatasan surga dan neraka...
aku tobat padamu Tuhan...

Sisa Waktu

Kaki seolah melayang untuk menggapai langit yang mengusung hujan
yang ambruk, luruh menghajar bumi.
kita mengais asa antara bayangan senja
mengutip nyali dalam luapan kecemasan memandang sisa waktu.

Tanpa Makna

Ketika tanya tak berujung,
biarkan segalanya menjadi serpihan tanpa makna.
tanpa jawaban hngga Sang Perkasa menutup babak lawas semesta raya

Andai Kau Tahu

apakah kau tak berpikir
cinta ini hanya untukmu, mengiringi detik, menit, jam, hari, minggu, bulan dan tahun yang telah lelah berputar di sepanjang waktu tersisa..
bisumu hanya menyulut perih.
ragumu hanya mengotori angkasa..
marahmu hanya nodai mimpi...
cemburumu hanya mengusik janji....

Menjauh

Warna itu seperti mencongkel mataku.
aku terpaku,
kaki menancap bumi,
mulut menganga,
tenggorokan tercekat,
hati berdegup,
jantung gergendang,
bulu merinding,
aku menyingkir, menjauh hingga tak akan pernah bisa kau ikuti lagi...