"AKU MELIHAT HIDUP orang lain begitu nikmat, ternyata ia hanya menutupi kekurangannya tanpa berkeluh kesah. Aku melihat hidup teman-temanku tak ada duka dan kepedihan, ternyata ia hanya pandai menutupi dengan mensyukuri. Aku melihat hidup saudaraku tenang tanpa ujian, ternyata ia begitu menikmati badai ujian dalam kehidupannya. Kemudian, aku melihat hidup sahabatku begitu sempurna, ternyata ia hanya berbahagia menjadi apa adanya. Aku melihat hidup tetanggaku beruntung, ternyata ia selalu tunduk pada Allah untuk bergantung.
Karenanya, aku merasa tidak perlu iri hati dengan rejeki orang lain. Mungkin aku tak tahu dimana rejekiku, tapi rejekiku tahu dimana aku. Dari lautan biru, dari bumi dan gunung, Allah telah memerintahkan rejeki menuju kepadaku. Allah Yang Maha Pengasih lah yang menjamin rejekiku sejak aku masih berada dalam kandungan ibuku.
Amatlah keliru bila berkeyakinan rejeki dimaknai dari hasil bekerja. Karena bekerja adalah ibadah, sedang rejeki itu urusan-Nya. Melalaikan kebenaran demi menghawatirkan apa yang dijamin-Nya, adalah kekeliruan berganda.
Manusia membanting tulang demi deretan angka di lembar slip gaji dan simpanan di bank, padahal mungkin esok akan ditinggal mati. Mereka lupa bahwa hakekat rejeki bukan apa yang tertulis dalam angka, tapi apa yang telah dinikmatinya. Rejeki tak selalu terletak pada pekerjaan kita, Sang Pencipta menaruh rahmat sekehendak-Nya.
Ikhtiar itu perbuatan. Rejeki itu kejutan. Dan yang tidak boleh dilupakan, tiap hakekat rejeki akan ditanya kelak. ‘Darimana dan digunakan untuk apa?’. Karena rejeki hanyalah ‘Hak Pakai’, bukan ‘Hak Milik’".
#(Diolah dari Tulisan di Dinding FB Mbak Huniarti Yo, Untuk Bahan Renungan Bersama)#
Tidak ada komentar :
Posting Komentar