Selasa, 18 Maret 2014

REPUBLIK TWITTER


“Kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektik menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi”.(Robert K. Cooper)

TWITTER di Indonesia seperti sudah menyeruak di seluruh golongan usia dan jenis kelamin. Dari kalangan rakyat jelata, pejabat hingga ke presiden, semuanya berkicau di Twitter. Dari yang berwajah tidak tampan, sedang-sedang, hingga yang berwajah tampan seperti saya juga berkicau di Twitter. Tak salah, jika saya menyebutnya negeri ini sebagai “Republik Twitter”.
Pada pertengahan Januari 2014, Reuter melaporkan, Indonesia dinobatkan sebagai Ibu Kota Kicauan Twitter di dunia. Karena gampang diakses, didukung pengguna Gadget, dan Handphone yang tumbuh sangat pesat. Sebelumnya, di bulan Oktober 2013, Indonesia menjadi negara kedua pengguna Twitter tertinggi, yakni 19 %. Arab Saudi berada di urutan pertama dengan 33 %. Jika penduduk Indonesia berjumlah 237,5 juta jiwa, maka setidaknya ada 45 juta pengguna Twitter di negeri ini.
Yang dikicaukan di Twitter, mulai dari hal-hal remeh-temeh, gak jelas, ngawur, hingga ada yang serius. Twit keluhan, curhat, nasihat, dakwah, omelan, informasi, berita, bahkan fitnah, pencitraan, opini, foto, dan  humor bertebaran nyaris tak terkendali di jagat Twitter. Terus, apa yang didapat negeri ini?
Kita boleh menoleh ke Cina. Bangsa cerdas di Asia ini memilih membuat Twitter-nya sendiri, bahkan mereka membuat Android-nya sendiri. Bahkan secara umum mereka enggan memakai aplikasi berbayar buatan barat. Seperti di bidang otomotif dan elektronik, Cina mampu mengembangkan kemampuan dalam negerinya sendiri. Mereka tak pernah malu disebut sebagai negara paling Plagiat. Sehingga muncul anekdot: “Apa sih yang gak bisa ditiru oleh Cina?” Tak hanya sampai disitu kehebatan Cina, mereka juga mengamankan segenap data komunikasi bangsa dan negaranya dari penyadapan asing. Nah, Kita?
Ketika presiden, para pejabat negara, wakil rakyat, kepala daerah, camat, lurah, kades, kadus, ketua RT/RW, dan semua orang ber-Twitter ria, maka pantaslah negeri ini saya sebut sebagai “Republik Twitter”. Seakan segala persoalan negeri ini bisa diselesaikan oleh para penyelenggara pemerintahan melalui kicauan di Twitter.
Jangan terlena! Tanpa disadari, saat ini kita sedang digiring menuju sebuah negara yang dipimpin oleh seorang presiden Twitter, menteri Twitter, wakil rakyat Twitter, kepala daerah Twitter, dan rakyat Twitter. Jika dulu ada kalimat; "Sudahkah Anda Sholat?", maka sekarang; "Sudahkah Anda membuka Twitter?" (*)

Tidak ada komentar :